selamat bergabung

selamat datang

Sabtu, 05 Juni 2010

STUDI KASUS BIMBINGAN DAN KONSELING


STUDI KASUS BIMBINGAN DAN KONSELING
.
.
Dalam era kemajuan informasi dan teknologi, siswa semakin tertekan dan terintimidasi oleh perkembangan dunia akan tetapi belum tentu dimbangi dengan perkembangan karakter dan mental yang mantap.
Seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai tugas yaitu membantu siswa untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dan dalam perkembangan siswa.
Setiap siswa sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier.  Oleh karena keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor – pihak yang berkompeten –  perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam.
Untuk mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung – seperti hanya teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis, interpretasi, dan treatment – metode studi kasus terus diperbarui.
Studi kasus akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.

Pengertian Studi Kasus
Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan 2 (dua) pengertian tentang  Studi kasus (Case Study) pertama Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Kedua studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang . serta menolongnya dalam usaha penyesuaian diri (adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).
Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu ;
Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik (WS. Winkel, 1995).
Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Dewa Ketut Sukardi, 1983).
 Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.

Tujuan Studi Kasus
            Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.

Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental.

Ciri-ciri Studi kasus
Metode Studi kasus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Mengumpulkan data yang lengkap; studi kasus memerlukan data yang komprehensif dari setiap aspek kehidupan siswa. Data yang lengkap sangat menentukan identifikasi dan analisis masalah. Apabila data tidak lengkap dan terjadi kesalahan dalam identifikasi dan analsis masalah maka besar kemungkinan terjadi salah penanganan (treatment) dan bahkan dapat terjadi malpraktik.
  2. Bersifat rahasia ; studi kasus tidak dapat dipisahkan dari bimbingan dan konseling, maka salah satu kode etik dalam konseling yaitu asas kerahasiaan. Asas kerahasiaan sangat penting untuk menjaga kepercayaan konseli (baca : siswa). Disisi lain, sangat mungkin informasi yang diperoleh belum pasti apa adanya, maka sangat berbahaya apabila informasi tersebut tersebar dan timbul salah persepsi kepada individu dari berbagai pihak. Dan hendaknya hanya konselor yang menangani dan pihak-pihak yang dianggap perlu mengetahui keadaan konseli sebenarnya.
  3. Dilakukan secara terus menerus (kontinyu): studi kasus juga merupakan proses memahami perkembangan siswa, maka perlu dilakukan pemahaman secara terus menerus sehingga terbentuk gambaran individu yang obyektif dalam berbagai segi kehidupan individu yang berpengaruh pada masalah yang dihadapinya.
  4. Pengumpulan data dilakukan secara ilmiah: studi kasus harus bisa dipertanggung jawabkan secara rasional dan obyektif. Maka pengumpulan data juga harus dilakukan secara ilmiah dengan mengacu kaedah-kaedah yang rasional dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan validitasnya.
  5. Data yang diperoleh dari berbagai pihak : Data yang dikumpulkan dalam studi kasus haruslah relevan dengan permasalahan yang dihadapi siswa. Pengumpulan data tentang siswa yang bermasalah didapatkan dari berbagai pihak yang berhubungan dengan siswa tersebut. Untuk memilih pihak sumber informasi perlu mengingat hubungan orang tersebut apakah dekat/mempengaruhi dalam permasalahan siswa, mempunyai informasi yang dapat dipertanggung jawabkan yang bukan berdasarkan gossip, rumor atau kabar burung, mempunyai informasi yang relevan dengan permasalahan individu.

Alat / Metode Pengumpulan data dalam studi kasus
Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa. Yaitu ;
  1. kartu pribadi
  2. angket
  3. wawancara informatif
  4. buku rapor
  5. home visit
  6. testing
  7. rating scale
  8. otobiografi
  9. sosiometri
  10. studi dokumentasi
  11. Daftar Cek Masalah (DCM)
Karena di kebanyakan sekolah pelayanan Bimbingan dan Konseling baru mulai dikembangkan, dan alat pengumpulan data dan pengumpulan data tidak mungkin diadakan secara serentak, tidak mungkin dan bijaksana untuk mulai menggunakan alat-alat itu sekaligus. Maka ditentukan prioritas teknik yang dapat dipakai secara efektif dan efisien.
Data yang dikumpulkan dalam Studi Kasus
Data yang dikumpulkan dalam studi kasus adalah sebagai berikut;
  1. identitas diri
  2. latar belakang keluarga
  3. lingkungan hidup (social ekonomi)
  4. riwayat pertumbuhan dan perkembangan
  5. riwayat kesehatan
  6. testing dalam berbagai bidang
  7. riwayat pendidikan sekolah
  8. pola kesusilaan dan keyakinan hidup
  9. riwayat pelanggaran hidup
  10. pergaulan dengan teman-teman.
Langkah-langkah dalam Studi kasus
  1. perencanaan
  2. pengumpulan data
  3. penggunaan dan pengolahan data
  4. sintesa dan interpetasi data
  5. membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan
  6. evaluasi dan follow up

Bagian-bagian Studi Kasus
Studi kasus sebagai metode untuk mengadakan persiapan konseling dapat kita lihat adannya bermacam-macam bagian, yaitu ;
  1. data identitas (data pengenal)
  2. tanda-tanda atau gejala yang nampak
  3. data-data disekitar klien;
a.   latar belakang keluarga (family background) antara lain;
-     lingkungan rumah
-     hubungan antar keluarga
-     disiplin dalam rumah
-     status perkenomian keluarga
-     bagaimana pola asuh orang tua, dan sikap anak kepada orang tua.
b.  Latar belakang jasmani dan kesehatan anak, antara lain ;
-     kesehatan anak pada umumnya
-     ciri-ciri jasmani
-     keadaan alat indera pada umumnya
-     keadaan physical defect (jika ada)
c.   Data mengenai pendidikan
-         hasil kemampuan belajar (record) di sekolah
-     kemajuan dan kemunduran di sekolah
-     kemampuan mengikuti pelajaran, dsb
d.  Social Behavior dan minatnya:
-     hobinya
-     hubungan sosialnya
-     kepercayaan kepada diri sendiri
-     inisiatifnya, dsb
e.   Data Psycho Test (Kejiwaan) :
-     perhatiannya
-     bakatnya
-     achievementnya, dsb
Contoh data dan metode Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan melalui beberapa metode, yang terangkum di bawah ini;

No.
Jenis Data
Alat/Metode Pengumpulan Data
1.
Latar Belakang Keluarga
Kuisoner, Wawancara Informatif, Home Visit, Otobiografi
2.
Riwayat Sekolah
Kuisoner, Wawancara Informatif, Otobiografi, Studi Dokumentasi
3.
Hasil Belajar
Tes Hasil Belajar, Studi Dokumentasi (Raport)
4.
Kemampuan Intelektual
Tes Intelegensi, Studi Dokumentasi (rapor)
5.
Bakat Khusus
Tes Bakat Khusus, Wawancara Informatif (buku rapor)
6.
Minat
Tes Minat, Kuisoner, wawancara informative
7.
Kesehatan Jasmani
Kuisoner, wawancara informative, home visit, studi dokumentasi
8.
Sikap/Sifat Kepribadian
Anekdota, rating scale, sosiometri, otobiografi, tes kepribadian
9.
Rencana Hari Depam
Kuisoner, wawancara informative, otobiografi

Setiap masalah yang dialami oleh siswa terdapat gejala yang mengiringinya. Gejala bukanlah masalah intinya namun adalah perilaku menyimpang yang mengindikasikan bahwa seseorang mengalami masalah. Berikut ini merupakan contoh kasus, yang dapat ditangkap gejala yang menunjukan masalah bagi siswa.
Contoh kasus I
Seorang siswa SMU kelas II IPS, laki-laki menunjukan gejala jarang masuk sekolah, sering melanggar tata tertib sekolah, dan prestasi belajarnya rendah.
Siswa tersebut sering bolos, terutama kalau akan menghadapi mata pelajaran matematika. Pada akhir tahun yang lalu yang bersangkutan termasuk salah seorang yang dipermasalahkan  untuk kenaikan kelasnya. Di rumah, siswa tersebut tidak mempunyai tempat belajar sendiri; dia belajar di tempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga sehingga seringkali terlambat masuk sekolah.
Data lain menunjukan bahwa siswa yang bersangkutan adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Tiga orang saudaranya sudah berada di Perguruan Tinggi, dan salah seorang adiknya juga berada di kelas III IPA di sekolah yang sama.
Siswa yang bersangkutan sebenarnya kurang berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya.
Ada beberapa  gejala yang terdapat pada kasus di atas, yaitu :
  1. Jarang masuk sekolah atau sering bolos.
  2. sering melanggar tata tertib sekolah
  3. prestasi belajarnya rendah.
  4. sering terlambat masuk sekolah
  5. kurang berminat terhadap bidang studi IPA dan Matematika.
  6. bentrok dengan salah seorang Guru
Temukan Gejala-gejala yang menunjukan masalah, pada contoh kasus II  ;
Contoh kasus II
DH seorang gadis berumur 16 tahun dia merupakan siswi Kelas II di sebuah sekolah swasta yang cukup elite. DH gadis yang cukup cantik dikalangan teman-temannya. orang tuanya cukup kaya dibanding dengan teman satu sekolahnya. Gadis ini merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah DH bekerja di bidang pertambangan, oleh karena tuntutan pekerjaan, ayah DH harus bekerja sebulan penuh di luar pulau. Dan kiemudian cuti selama 2 minggu sesudahnya. Ibu DH bekerja sebagai seorang Guru di SMP negeri di kotanya. Ibu DH bekerja hingga tengah hari, sering DH dijemput dan pulang bersama ibunya mengendarai motor ibunya. Dan kakak laki-laki DH menuntut ilmu di Perguruan Tinggi di lain kota, dan kakak DH pulang pada saat libur akademik. 
DH mempunyai fasilitas belajar yang sangat lebih. Tidak pernah DH merasa sangat kekurangan. DH gadis yang sangat di sukai di sekolahnya, oleh karena cantik dan kaya. Namun prestasi belajar DH biasa-biasa saja.  Tidak ada yang menarik dari DH selain kecantikan, kekayaan, dan sikap mudah bergaul dengan orang lain.
DH seperti halnya remaja lain, yang masih senang terus dan masih sangat kurang memikirkan resiko-resiko atas tindakannya. DH mempunyai Hand Phone dengan fitur canggih dilengkapi kamera dan pemutar video digital. Dari Handphone ini DH sering menonton film biru – porno, yang didapatkannya dari teman – temannya atau dari internet. Selain itu DH juga serng mengakses film porno di internet. Seolah DH sudah mulai kecanduan film porno yang digemari bersama-sama teman-temannya.
DH remaja yang merasakan cinta pertama, dia mempunyai pacar seorang mahasiswa tingkat awal di sebuah perguruan tinggi di kotanya. Oleh cinta pertama ini DH berani banyak berkorban untuk hubungannya. Dia pernah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya di rumah pacarnya , saat orang tuanya pergi.
Perubahan banyak terjadi pada DH, DH sering membolos dari sekolah. Dan pacaran di rumahnya yang dalam keadaan sepi, atau di tempat-tempat wisata yang menyediakan penginapan. Bahkan pada akhir minggu DH berbohong pada orang tuanya dengan alasan pergi ke rumah teman wanita ternyata pergi bersama pacarnya. DH sudah mulai kecanduan pada hubungan suami istri.
DH mengalami kemunduran dalam prestasi belajarnya. Di kelas sering melamun, dan terlihat susah konsentrasi. Saat melamun DH tampak kuatir. Dia lebih sering mencoret-coret buku catatannya, sehingga DH sering tidak mempehatikan pelajaran yang diikutinya. Oleh karena itu DH sering mengerjakan PR saat pagi hari di sekolah dengan meminjam pekerjaan temannya, juga sering tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru.

2. Kasus dan kaitannya dengan bidang-bidang bimbingan konseling
            a. permasalahan yang dialami siswa di SMU dapat dibedakan atas 4 bidang, yaitu ;
1. Masalah siswa dalam hal pribadi
            Pada kasus I terlihat masalah siswa yang bertalian dengan masalah pribadi yang berkaitan dengan moralitas ialah:
·        melanggar tata tertib sekolah,
·        membolos
·        terlambat masuk sekolah
2. Masalah siswa dalam hubungan social
            Yang berkaitan dengan masalah social pada kasus I ialah ;
·        Bentrok dengan guru
3. Masalah siswa dalam belajar
            Yang berkaitan dengan masalah belajar atau pencapaian prestasi akademik yaitu;
·        Prestasi belajar yang rendah
·        Kurang berminat pada IPA
4. Masalah siswa dalam hal karier
b. Format untuk melihat masalah siswa menurut bidang bimbingan.
            Format ini digunakan sebagai suatu teknik untuk membantu para praktikan bimbingan dan konseling di sekolah untuk memeriksa, apakah permasalahan yang dialami siswa itu meliputi bidang apa saja. Kemudian setiap bidang masalah dapat dikenali gejalanya meliputi apa saja
Contoh Format Inventarisasi gejala masalah siswa menurut bidang bimbingan
Nama Konseli : … … … … … … … … … … … …
Jenis Kelamin : … … … … … … … … … … … …
Kelas               : .. … … … … …. …. …. …. … … ..

1. Masalah Pribadi        :
            a. : … …. …. …. …. …. … …. … … .. … .
            b. : … … … … … … … … … … … … … .
            c. : .. … .. … … … … … … … … … … …
2. Masalah Sosial :
            a. : … … … … … … … … … … … … … …
            b. : … … … … … … … … … … … … … …
            c. : … … … … … … … … … … … … … …
3. Masalah Belajar
            a. : … … … … … … … … … … … … … …
            b. : … … … … … … … … … … … … … …
            c. : … … … … … … … … … … … … … …
4. Masalah Karier
            a. : … … … … … … … … … … … … … …
            b. : … … … … … … … … … … … … … …
            c. : … … … … … … … … … … … … … …

3. Rincian, Sebab dan Akibat Suatu Kasus
            Di bawah ini akan dipaparkan contoh-contoh rincian permasalahan dalam suatu kasus, kemudian menyajikan perkiraan sumber penyebabnya serta perkiraan akibat yang mungkin timbul jika kasus itu tidak ditangani.
kemungkinan penyebab dan akibat suatu kasus
Salah satu langkah yang perlu dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling untuk menangani suatu kasus seseorang siswa ialah mengetahui kemungkinan sumber penyebab masalahnya sebagai latar belakang kasus atau aspek diagnosis dari sesuatu kasus. Aspek diagnosis itu adalah tinjauan ke masa yang lampau yang diduga menjadi sumber penyebab timbulnya masalah pada diri siswa. Setiap permasalahan yang terdapat pada diri siswa itu tentu ada penyebabnya. Ada dua pertimbangan paling tidak yang dapat digunakan untuk dapat diduga menjadi seumber penyebab itu, yaitu pengalaman empiris dan kajian secara teoritis. Tepatnya langkah dalam membuat keputusan diagnosis ini memungkinkan tepatnya langkah aspek prognosis dan hal itu akan memungkinkan tepatnya bentuk bantuan yang diberikan untuk mengatasi masalah.
Membuat perkiraan kemungkinan penyebab atau aspek prognosis sesuatu kasus perlu dilakukan oleh para Guru Pembimbing. Dengan membuat diagnosa ini, Guru Pembimbing dapat meramalkan kemungkinan keberhasilan melalui sesuatu bentuk usaha bantuan yang dapat ditempuh Guru Pembimbing. Atau apa kemungkinan akibat yang lebih buruk akan terjadi apabila kasus dibiarkan saja tanpa intervensi atau bantuan Guru Pembimbing.
Berikut ini diberikan contoh uraian beberapa gejala yang terdapat pada kasus I, rincian masalahnya, kemungkinan penyebab masalah atau aspek diagnosis, dan kemungkinan akibat yang muncul dari masalah itu atau aspek prognosisnya.
  1. membolos (kasus I).
Makna atau rincian membolos ialah :
    1. berhari-hari tidak masuk kelas
    2. tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas dan ijin
    3. sering keluar pada jam tertentu
    4. tidak masuk kembali setelah meminta ijin
    5. masuk sekolah berganti hari
    6. mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang  tidak disenangi.
    7. Minta ijin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya.
    8. Mengiririmkan surat ijin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat
    9. Meninggalkan sekolah pada jam pelajaran tanpa ijin dan tidak kembali ke sekolah.
Kemungkinan sebab ;
a.       tidak senang dengan sikap dan pengajaran Guru
b.      merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru
c.       merasa tidak nyaman oleh karena sikap guru
d.      proses belajar dan mengajar yang membosankan
e.       merasa gagal dalam belajar
f.        kurang berminat terhadap mata pelajaran
g.       terpengaruh oleh teman yang suka membolos
h.       takut masuk sekolah karena tidak membuat tugas yang diberikan guru
i.         tidak membayar kewajiban membayar uang sekolah
kemungkinan akibat :
a.       minat terhadap pelajaran akan semakin kurang
b.      gagal dalam ujian
c.       hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki
d.      tidak naik kelas
e.       penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-teman lainnya.
f.        Dikeluarkan dari sekolah
  1. melanggar tata tertib (kasus I)
makna atau rincian melanggar tata tertib ialah :
    1. sejumlah tata tertib sekoah tidak dipatuhi, misalnya tentang kehadiran di sekolah, baju berseragam, tempat duduk dalam kelas, penyelesaian dalam tugas-tugas.
    2. Pelanggaran tersebut kelihatannya bukan tanpa disengaja
    3. Pelanggaran tersebut dilakukan berkali-kali
Kemungkinan penyebab
a.       tidak begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, hal itu terjadi mungkin karena aturan tersebut tidak didiskusikan dengan siswa sehingga hanya terpaksa mengikutinya.
b.      Siswa yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, bak di rumah maupun di masyarakat.
c.       Tindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran terlalu keras sehingga siswa mereaksi secara tidak wajar (negative).
d.      Cirri khusus perkembangan remaja yang agak sukar diatur tetapi belum dapat mengatur diri sendiri
e.       Ketidak puasan pada mata pelajaran tertentu dilampiaskan pada pelanggaran terhadap tata tertib sekolah
Kemungkinan akibat
a.       tingkah laku siswa semakin tidak terkendali
b.      terjadi kerengganan hubungan antara guru dan murid
c.       suasana sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa
d.      proses belajar mengajar terganggu
e.       kegiatan belajar siswa terganggu
f.        nilai rendah
g.       tidak naik kelas; dikeluarkan dari sekolah
  1. Prestasi Belajar Rendah
Makna atau rincian prestasi belajar rendah ialah ;
    1. gagal dalam beberapa macam mata pelajaran
    2. nilai tugas, tes dan ujian rendah
    3. dari waktu ke waktu nilai semakin menurun
    4. mendapat peringkar di bawah rata-rata untuk berbagai atau setiap mata pelajaran
    5. kemampaun belajar di bawah rata-rata kelas
pada kasus I yaitu prestasi belajar yang rendah diduga kemungkinan penyebabnya ialah :
a.       tingkat kecerdasan di bawah rata-rata
b.      malas belajar
c.       motivasi belajar rendah
d.      kurang minat pada proses belajar mengajar
e.       kekurangan sarana belajar
f.        suasana sosio-emosional di rumah kurang mendukung untuk belajar dengan baik
g.       proses belajar-mengajar di sekolah kurang memungkinkan siswa belajar dengan baik.
Kemungkinan akibat
a.       minat / motivasi belajar semakin menurun
b.      tidak naik kelas
c.       dikeluarkan dari sekolah
d.      frustasi yang mendalam
e.       tidak mampu melanjutkan sekolah
f.        kesulitan mencari kerja
  1. Kurang berminat pada bidang studi tertentu (Kasus I)
Makna atau rincian kurang berminat pada bidang studi tertentu ialah ;
    1. tidak dapat memusatkan perhatian untuk mempelajari materi-materi yang terkait pada bidang tersebut
    2. berusaha tidak mengikuti mata pelajaran yang bersangkutan dengan bidang studi tersebut
    3. tidak mengerjakan tugas-tugas dalam mata perlajaran tersebut
kemungkinan sebab
a.       tidak memiliki bakat dalam bidang tersebut
b.      lingkungan tidak menyokong untuk pengembangan bidang tersebut
c.       proses belajar mengajar untuk bidang terserbut tidak menyenangkan
d.      siswa sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi hasilnya selalu rendah
e.       dorongan dari guru dan sekolah kurang
f.        sarana belajar mengajar kurang menunjang
g.       memilih bidang tersebut dari ikut-ikutan, atau dorongan orang tua atau orang lain.
Kemungkinan sebab ;
a.       pindah jurusan
b.      terjadi ketidak-kesesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa
c.       kegiatan belajar untuk bidang-bidang studi lain menjadi terganggu.
d.      Motivasi belajar semakin turun
  1. Bentrok dengan guru (kasus I)
Makna atau rincian bentrok dengan guru ialah ;
    1. tidak mengikuti pelajaran dengan guru tersebut
    2. tidak mau bertemu dengan guru tersebut
    3. jika bertemu tidak mau tergur sapa dengan guru tersebut
    4. memakai kata-kata ataupun bersikap tidak sopan terhadap guru tersebut
    5. mempengaruhi kawan-kawannya untuk bersikap serupa terhadap guru tersebut
kemungkinan sebab :
a.       tidak menyukai bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut
b.      siswa membuat kesalahan dan ketika ditegur oleh guru tersebut siswa tidak mau menerima teguran tersebut
c.       berwatak pemberang
d.      kurang memahami aturan dan sopan santun yang berlaku di sekolah
e.       aturan dan sopan santun yang berlaku lingkungan tempat tinggal berbeda dengan yang berlaku di sekolah
kemungkinan akibat :
a.       memperoleh nilai “mati” dari guru yang bersangkutan
b.      hubungan dan kegiatan belajar dengan guru-guru lain menjadi terganggu
c.       tidak naik kelas
d.      dikeluarkan dari sekolah
  1. terlambat masuk sekolah (kasus I)
makna atau rincian terlambat masuk sekolah ialah :
    1. sering tiba di sekolah setelah jam pelajaran di mulai
    2. memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan
    3. sengaja melambat-lambatkan diri masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah dimulai.
Kemungkinan sebab :
a.       jarak antara rumah dan sekolah jauh
b.      kesulitan transportasi ke sekolah
c.       terlalu banyak kegiatan dir rumah sebelum sekolah
d.      terlambat bangun
e.       gangguan kesehatan tidak menyukai suasana sekolah
f.        tidak menyukai satu atau lebih mata pelajaran
g.       tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR)
h.       kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas
i.         terlalu asyik dengan kegiataan di luar sekolah
kemungkinan akibat
a.       nilai rendah
b.      tidak naik kelas
c.       hubungan dengan guru terganggu
d.      hubungan dengan kawan sekelas terganggu
e.       kegiatan di luar sekolah tidak terkendali
4. kondisi kasus
Ada tiga hal kondisi kasus yang harus dicermati oleh guru pembimbing, agar jangan samapai terjerumus kepada suatu sikap yang bertentangan dengan kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Kondisi kasus yang dimaksud ialah berkenaan dengan istilah “berat atau ringan”, “sehat atau sakit”, “normal atau tidak normal” suatu kasus. Setiap permasalahan yang dialami siswa dapat dikenali dari gejala yang tampak di permukaan. Gejala itu perlu dipelajari secara cermat dan mendalam, sebab di balik gejala-gejala yang kelihatan sepintas lalu digolongkan sebagai masalah yang ringan, kemungkinan tersembunyi masalah yang berat. Gejala yang mudah ditangkap itu biasanya berkaitan dengan masalah yang tersembunyi itu. Pada kasus II di atas terlihat gejala siswa sering tidak masuk ke sekolah berkaitan dengan kondisi psikologis yang dialaminya bersumber pada keadaan keluarganya, khususnya perbuatan ayahnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap gejala itu perlu secara mendalam dan komprehensif, agar analisa lebih cermat dan jenis bantuan pun dapat labih terarah.
Guru pembimbing hendaknya tidak menolak menangani suatu kasus oleh karena masalahnya dianggap berat. Berat ringannya masalah itu tidak menjadi ukuran sikap guru Pembimbing untuk menangani suatu kasus itu.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah titik berangkat seorang Guru Pembimbing dalam menghadapi siswa bermasalah.  Siswa yang mempunyai permasalahan itu hendaknya jangan diperlakukan sebagai ‘orang sakit’, dan siswa yang tidak memperlihatkan adanya gejala yang menyimpang dianggap “orang sehat”. Sikap menggolong-golongkan seperti itu kurang tepat, baik penggolongan sakit dan sehat itu dilihat dari segi fisik maupun psikis. Walaupun pada kenyataannya sering terjadi bahwa gangguan fisik dapat bersumber awal dari gangguan psikis. Jika memang secara sungguh-sungguh terlihat ada gangguan fisik tentu perlu dialih tangankan ke dokter, dan jika gangguan psikisnya sudah melampaui kewenangan Guru Pembimbing, maka perlu dialih-tangankan ke pihak yang lebih berwenang seperti psikiater.
Demikian juga kondisi kasus yang dianggap normal atau tidak normal. Janganlah guru pembimbing beranggapan bahwa siswa yang menunjukan perliku “menyimpang” itu bersumber dari gangguan psikologis. Para guru pembimbing hendaknya berangkat dari pemikiran bahwa :
  1. siswa yang bermasalah itu mempunyai kemapuan intelektual normal, tetapi ia mengalami gangguan emosional psikologis.
  2. Siswa yang bermasalah itu bukan melakukan sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan kejahatan / criminal, yang perlu mendapat sangsi hokum.
Sikap guru pembimbing menangani sesuatu kasus hendaknya tidak bersumber pada keengganan yang subyektif emosional. Sikap yang benar diharapkan dari guru pembimbing hendaknya berlandaskan sikap professional, yakni berdasarkan pertimbangan keterbatasan kewenangan keahlian lah yang perlu diserahkan kepada pihak lain.
5. Upaya Memahami Kasus
a. beberapa alasan yang digunakan sebagai bahan peritmbangan untuk mengadakan studi kasus, yaitu :
  • Ada permasalahan khusus / istimewa yang dialami oleh siswa yang ditemukan oleh guru pembimbing
  • Guru Pembimbing ingin mengetahui secara menyeluruh dan mendalam tentang kasus itu, terutama berkenaan dengan sumber penyebabnya dan jenis masalah yang dihadapi siswa itu.
  • Untuk segera dibantu untuk diatasi masalah yang tengah dihadapi siswa itu.
  • Temuan yang diperoleh melalui pengalaman guru Pembimbing itu digunakan juga sebagai dasar teori untuk menangani permasalahan siswa lain.
b. Langkah-langkah dalam upaya memahami kasus
pemahaman terhadap suatu kasus perlu dilakukan secara menyeluruh, mendalam, dan objektif. Menyeluruh artinya meliputi semua jenis informasi yang diperlukan, baik kemampuan akademik, keadaan social psikologis termasuk bakat, minat, sikap, keadaan fisik, lingkungan keluarga. Infomasi itu dipelajari melalui berbagai cara termasuk wawancara konseling, kunjungan rumah, observasi, catatan kumulatif. Penjelajahan jenis informasi melalui cara itu bukan saja menambah pemahaman yang lebih luas, melainkan juga pemahaman semakin mendalam, dan tentunya informasi atau data yang terkumpul itu haruslah akurat dan objektif. Untuk maksud tersebut di atas, upaya yang perlu dilakukan oleh guru pembimbing ialah ;
1. mengenali gejala
Pertama-tama tentu kita mengamati adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara ;
a.       Guru Pembimbing menemukan sendiri gejala itu pada siswa yang mempunyai masalah,
b.      Guru mata pelajaran memberikan informasi adanya siswa yang bermasalah kepada guru pembimbing.
c.       Wali kelas meminta bantuan guru pembimbing untuk menangani seseorang siswa yang bermasalah berdasar informasi yang diterimanya dari pihak lain, seperti siswa, para guru ataupun pihak tata usaha.
2. Membuat deskripsi kasus
Setelah gejala itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi kasusnya secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.
 3. Setelah deskripsinya dibuat, dipelajari lebih lanjut aspek ataupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi, social, belajar ataupun karier.
4. jenis masalah yang sudah dikelompokan itu dijabarkan dengan cara mengembangkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya secara cermat.
5. adanya jabaran masalah yang lebih terinci itu dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkinan sumber penyebab masalah itu muncul.
6. perkiraan kemungkinan seumber penyebab itu membantu kita menjelajahi jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi yang perlu dikumpulkan, dan teknik atau alat yang digunakan dalam pengumpulan informasi atau data.
7. membuat perkiraan kemungkinan akibat yang timbulo dan jenis bantuan yang dapat diberikan merupakan langkah penting, agar kita dapat menjajaki kemungkinan memberikan bantuan. Apakah bantuan langsung ditangani oleh guru pembimbing atau perlu konferensi kasus ataupun alih tangan kasus.
8. langkah pengumpulan data itu terutama melihat jenis infomasi atau data yang diperlukan seperti kemampuan akademik, sikap atau kepribadian, bakat, minat dsb. Dengan cara atau teknik apa jenis informasi atau data tersebut diperoleh, apakah melalui teknik tes atau teknik nontes.
9. kerangka berpikir seorang Guru Pembimbing untuk menentukan langkah-langkah menangani dan memahami kasus sebagaimana dikemukakan di atas dapat digambarkan skemanya sebagai berikut.
Confirm To Admin


6. Penyikapan terhadap Kasus
            Telah disebutkan di atas bahwa penyikapan terhadap kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan Gur Pembimbing terhadap kasus tersebut. Penyikapan yang menyeluruh itu mencakup segenap aspek permasalahan yang ada di dalam kasus dan segenap langkah ataupun pertahapan pada sepanjang proses penanganan kasus secara menyeluruh.
            Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya. Dalam bimbingan dan konseling, ketiga unsur tersebut mengacu kepada berbagai hal  yang telah ditampilkan sebelum ini. Unsur kognisi mengacu kepada wawasan, keyakinan, pemahaman, penghayatan, pertimbangan dan pemikiran Guru Pembimbing tentang keberadaan manusia, hakekat dmensi kemanusiaan dan pengembangannya, pengaruh lingkungan, peranan pelayanan bimbingan dan konseling, kasus dan berbagai permasalahan yang dikandungnya, pemahaman dan penanganan kasus. Unsur afeksi menyangkut suasana perasaan, emosi dan kecenderungan bersikap berkenaan dengan keberadaan manusia sampai dengan penanganan kasus tersebut. Unsur perlakuan berkaitan dengan tindakan terhadap kasus yang ditangani, sejak diserahkannya kasus sampai berakhirnya keterlibatan penanganan.
            Unsure-unsur kognisi yang mendasari penyikapan terhadap kasus, pada garis bersarnya ialah sebagai berikut :
1.      keyakinan dan penghayatan bahwa manusia ditakdirkan sebagai mahkluk yang paling unik dan mempunyai derajat yang paling tinggi.
2.      keyakinan dan penghayatan bahwa keunikan dan derajat paling tinggi itu terwujud dalam bentuk kesenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dalam arti seluas-luasnya.
3.      pemahaman dan penghayatan bahwa keempat dimensi kemanusiaan perlu dikembangkan secara serempak dan optimal menuju perwujudan manusia seutuhnya.
4.      pemahaman dan penghayatan bahwa dalam perjalanan hidupnya seseorang dapat mengalami berbagai permasalahan yang menggangu perkembangan keempat dimensi kemanusiaannya.
5.      pemahaman dan penghayatan bahwa factor-faktor lingkungan, disamping factor-faktor yang terkandung di dalam dimensi kemanusiaan, sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan dimensi-dimensi itu di satu segi, dan terhadap timbulnya permasalahan pada diri seseorang di segi lainnya.
6.      pemahaman dan penghayatan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling, bersama-sama dengan pelayanan pendidikan pada umumnya, mampu memberikan bantuan kepada orang-orang yang sedang mengalami perkembangan dan mengalami masalah demi teratasinya masalah-masalah mereka itu.
7.      pemahaman dan penghayatan bahwa seseorang yang sedang mengalami masalah tidak seharusnya dan tidak serta merta dianggap sebagai terlibat masalah criminal atau perdata, ataupun sedang menderita penyakit jasmani atau rohani, ataupun sebagai orang yang tidak normal. Sebaliknya, seorang yang sedang mengalami masalah pertama-tama harus dianggap dan diperlakukan sebagai orang yang tidak tersangkut paut pada perkara criminal atau perdata, dan sebagai orang yang sehat dan normal.
8.      pemahaman dan penghayatan bahwa permasalahan seseorang sebenarnya besar kemungkinan tidak tepat sama dengan yang tampak pada pendeskripsian awa;. Oleh karena itu, diperlukan uapaya pendalaman lebih lanjut untuk dapat dicapainya pemahaman yang lengkap dan mantap berkenaan denga permasalahan tersebut.
9.      pemahaman  dan penghayatan bahwa diperlukan strategi dan teknik-teknik khusus untuk mengatasi atau memecahkan masalah-masalah pokok yang dialami seseorang.
10.  pemahaman dan penghayatan bahwa dalam menangani permasalahan seseorang perlu dilibatkan berbagai pihak, sumber dan unsure untuk secara efektif dan efisien mengatasi atau memecahkan permasalahan tersebut.
Keyakinan, pemahaman dan penghayatan tersebut di atas diturunkan ke dalam bentuk-bentuk pola tingkah laku yang mencerminkan kecenderungan efektif, pola perilaku tersebut antara lain yaitu :
  1. memberikan penghargaan dan pernghormatan yang setinggi-tingginya terhadap kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
  2. berupaya, sesuai dengan kehalian yang dimiliki, ikut mengembangkan secara optimal keempat dimensi kemanusiaan secara selaras, serasi, dan seimbang menuju perwujudan manusia seutuhnya, demi keselarasan hidup dan kebahagiaan kehidupan kemanusiaan di dunia, baik secara individual maupun kelompok.
  3. berempati kepada orang yang mengalami permasalahan yang menghambat pengembangan keempat dimensi kemanusiaan dan merintangi tercapainya kondisi yang menyenangkan dan membahagiakan mereka.
  4. berusaha seoptimal mungkin menerapkan keahlian yang dimiliki untuk membantu orang-orang yang bermasalah agar masalah mereka dapat teratasi dalam waktu yang secepat dan dengan solusi yang secepat-cepatnya.
  5.  Bersikap positif terhadap orang yang mengalami masalah; tidak menudingnya terlibat dalam perkara criminal ataupun perdata, serta tidak menganggapnya abnormal, atau menderita sakit jasmani atau rohani sampai ternyata mereka memang memerlukan bantuan dari ahli-ahli penyakit jasmani atau rohani.
  6. bertindak hati-hati, teliti, tekun dan bertanggung jawab dalam menangani permasalahan seseorang, sejak awal diserahi tanggung jawab untuk menangani permasalahan itu sampai sedapat-dapatnya mencapai taraf pemecahan masalah yang paling jauh.
  7. dengan penuh kesadaran mengembangkan wawasan, ide-ide, strategi dan teknik-teknik serta menerapkannya secara tepat terhadap permasalahan yang dialami seseorang.
  8. tidak menahan permasalahan seseorang untuk ditangani sendiri saja, melainkan akan melibatkan dan mendayagunakan sebesar-besarnya pihak-pihak, sumber dan unsure-unsur lain yang diharapkan akan dapat memberikan kemudahan dan keuntungan bagi pemecahan masalah yang bersangkutan.
  9. tidak menutup kemungkinan untuk mengalihtangankan penanganan masalah pada pihak lain yang lebih berkompeten.

Lebih jauh, keyakinan, pemahaman  dan penghayatan yang diwarnai oleh kecenderungan afeksi itu dapat secara nyata diwujudkan dalam bentuk perlakuan-perlakuan itu antara lain ialah;
  1. menerima kasus yang dipercayakan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
  2. mengembangkan wawasan tentang kasus itu secara lebih rinci, tentang kemungkinan seba-sebab timbulnya setiap permasalahan yang terkandung didalam kasus tersebut, dan kemungkinan akibat-akibat yang akan timbul apabila permasalahan tersebut berlarut-larut tidak tertangani.
  3. mengembangkan strategi dan menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk mengatasi sumber-sumber pokok permasalahan.
  4. melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsure apabila diyakini hal-hal tersebut akan membantu pemecahan masalah.
  5. mengkaji kemajuan upaya pemecahan masalah; sampai berapa jauh upaya tersebut telah membuahkan hasil.
Dengan dilibatkannya unsure-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan yang mengacu pada hakikat keberadaan manusia sampai dengan pemahaman dan penanganan kasus, agaknya lengkaplah dasar-dasar penyikapan seseorang terhadap kasus yang dipercayakan kepadanya. Dasar-dasar penyikapan itu selanjutnya akan secara nyata terwujud dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling yang diwarnai oleh kepribadian dan keahlian guru pembimbing (konselor).

7. Penulisan Studi Kasus
a. sifat laporan studi kasus
            sebenarnya tidak ada suatu pola penulisan kasus, tetapi beberapa prinsip umum yang harus diamati, meliputi :
  1. penulisan kasus itu harus obyektif, sederhana, dan jelas. Walaupun penulisannya tertarik mempelajari kasus itu, namun jangan tampak uraian atau paparan yang bersifat pribadi. Deskripsi kasus itu haruslah seobjektif mungkin, dan interprestasinyapun tidak bersifat pribadi. Itu tidak berarti bahwa guru pembimbing harus menghindari interpretasi dan membuat kesimpulan, tetapi perlu diingat bahwa guru pembimbing perlu membedakan secara cermat antara fakta yang diperoleh dan interpretasi atau diagnosis berdasarkan pada fakta.
  2. di dalam laporan suatu kasus gunakanlah pernyataan umum maupun ilustrasi kasus. Pernyataan umum tentang inteligensi, prestasi kasus, dan kepribadian akan lebih menyakinkan bila ada data lain yang medukungnya.
  3. batasilah butir-butir yang tidak relevan.
b. Penerapan dan evaluasi treatment
            beberapa saran berikut ini mungkin membantu menjelaskan problem :
  1. seorang guru pembimbing tidak perlu berusaha menerapkan treatment untuk kesulitan-kesulitan yang secara keseluruhan di luar pengalaman. Jika guru pembimbing tetap berusaha melakukannya hal itu mungkin berakibat merugikan siswa. Jika problem siswa mengenai kesulitan belajar guru pembimbing harus dapat menawarkan kepada siswa hal-hal yang bernilai membantu dalam belajar. Guru pembimbing dapat juga mengatasi banyak problem yang atas kemauan sendiri, yang disebabkan oleh kurang minat, atau sesuatu perilaku yang kurang baik.
  2. selama periode treatment, guru pembimbing harus menjaga catatan kemajuan bantuannya. Guru pembimbing; tidak perlu menggantungkan pada ingatannya tetapi sebaiknya mencatat sesegera mungkin setiap wawancara dengan siswa dan setiap pengamatan yang bermakna. Tidak semua apa yang ditulis dalam catatan itu akan dimuat dalam laporan kasus, tetapi catatan yang lengkap adalah dapat diramalkan membantu dalam membuat suatu laporan pada akhir periode treatment.
  3. jika akan digunakan alat/teknik pengukuran diadakan seperti tes maka sebaiknya teknik atau tes itu dilakukan pada awal treatment diberikan, kemudian pada akhir treatment diadakan lagi pengukuran atau tes, untuk melihat perubahan atau kemajuan yang terjadi.
  4. setelah selesai diberikan treatment atau bantuan maka sebaiknya perlu diamati untuk beberapa bulan agar kita menjadi yakin bahwa problemnya tidak kambuh lagi.
c. Isi Laporan Studi kasus
      suatu pernyataan yang mungkin muncul dalam studi kasus ialah apakah treatment merupakan bagian prosedur yang harus diikuti sesudah studi kasus. Outline studi kasus di dalam literature pendidikan dan psikologi memberikan jawaban yang tidak konsisten. Artinya, sebagian studi kasus berakhir sampai dengan diagnosis, dalam laporan yang lain keberhasilan studi kasus itu meluas sampai dengan treatment. Meskipun demikian, dalam kenyataannya bahwa dalam studi kasus mengimplikasikan treatment. Setelah fakta dianalisa dan diagnosa tentative sudah diformulasikan, harus diikuti dengan treatment. Jika mungkin hal itu harus merupakan bagian dari catatan dalam studi kasus. Jikalau terjadi alih tangan kasus kepada spesialis lain seperti psikiatri maka catatan itu dituliskan dalam studi kasus. Jikalau kasusnya itu mengenai bantuan kesulitan belajar (learning difficulties) di sekolah, maka studi kasus itu akan lebih bermakna apabila disimpulkan dengan suatu laporan tentang sifat bantuan dan kemajuan murid selama mendapat bantuan itu.






B I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan belajar siswa dalam bentuk prestasi belajar yang ditunjukkan oleh nilai rapor merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Belajar merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait dan menentukan prestasi belajar itu sendiri, seperti faktor individual (kematangan/pertumbuhan fisik, kecerdasan spiritual, emosional dan intelektual) dan faktor sosial (guru, orang tua/keluarga dan lingkungan serta fasilitas/dukungan).
Tingkat kecerdasan intelektual (Inelegancy Quatiens = IQ) diyakini berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Dalam situasi yang sama, siswa yang memiliki IQ tinggi akan lebih berhasil dibanding siswa dengan IQ lebih rendah.
Aktifitas siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler sekolah (Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Seni Drama (Teater), Karate, Sepakbola, Basket, Volly, Pecinta Alam, Kelompok Band/Musik dan sebagainya) membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak menyita waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar untuk mencapai prestasi belajar kurikuler, sebagaimana harapan orang tua/wali siswa. Karena itu secara umum kita (guru/orang tua) akan berpendapat bahwa semakin banyak aktifitas kegiatan ekstra kurikuler makin kecil peluang siswa untuk berprestasi dibanding siswa lain yang kurang/tidak mengikuti kegiatan ekstra kurikuler.
Dengan memperhatikan dua hal tersebut diatas, penulis/peneliti yang juga seorang guru dan orang tua siswa mencoba membahas permasalahan yang berkaitan dengan perbedaan prestasi belajar bila ditinjau dari perbedaan aktifitas ekstra kurikuler dan tingkat IQ pada siswa kelas II semester ganjil SMP N I Jombang, tahun pelajaran 2008/2009.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler rendah di SMPN I Jombang?
2. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang berbeda aktifitas ekstra kurikuler tinggi dan tingkat IQ-nya di SMPN I Jombang?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler rendah di SMPN I Jombang?
2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan prestasi belajar antara siswa yang berbeda aktifitas ekstra kurikuler tinggi dan tingkat IQ-nya di SMPN I Jombang?

1.4. Manfaat
1. Memberikan gambaran yang nyata terhadap siswa tentang pentingnya mengatur waktu kegiatan agar prestasi belajar sebagaimana harapan siswa/guru/orang tua dapat terwujud dan siswa yang bersangkutan tetap dapat mengikuti kegiatan ekstra kurikuler sesuai keinginannya.
2. Menghilangkan kesan yang keliru bahwa kegiatan ekstra kurikuler menjadi penghambat pencapaian prestasi belajar.
3. Menghilangkan kesan yang keliru bahwa hasil tes IQ merupakan satu-satunya patokan yang menyatakan baik tidaknya prestasi belajar di sekolah.

1.5. Asumsi dan Keterbatasan
Penelitian ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa secara psikologis prestasi belajar siswa berbeda-beda. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor lingkungan sekolah, faktor tingkat aktifitas ekstra kurikuler yang diikuti siswa tersebut baik kualitatif maupun kuantitatif, faktor psikologis yang berbeda pula.
Masalah inteligensi (faktor psikologis) memegang peranan yang penting dalam pencapaian prestasi belajar. Seseorang dengan intelegensi tinggi diprediksi akan berhasil dalam belajarnya.
Berdasarkan asumsi diatas, karena keterbatasannya maka penelitian ini tidak dilakukan pada semua siswa, tetapi pada sebagian siswa dengan tidak mengurangi mekanisme penelitian yang dikerjakan secara sistematis dan logis.

1.6. Batasan Operasional
Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu; “STUDI KOMPARASI PRESTASI BELAJAR ANTARA SISWA YANG BERBEDA AKTIFITAS EKSTRA KURIKULER DAN TINGKAT IQ PADA SISWA KELAS II SEMESTER GANJIL SMP NEGERI I JOMBANG TAHUN PELAJARAN 2008/2009” perlu ditegaskan batasan operasional penelitian agar tidak terjadi kekaburan dan kesalahpahaman dalam mengartikannya.
Batasan operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Yang dimaksud dengan prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil atau jumlah nilai yang diperoleh siswa SMP N I Jombang kelas II Gasal tahun pelajaran 2008/2009 yang secara formal terdapat dalam buku rapor atau Daftar Kumpulan Nilai (DKN).
2. Yang dimaksud dengan kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan yang diprogram sekolah dalam rangka memberi kesempatan pada siswa untuk menyalurkan bakat dan kemampuan/keterampilannya diluar materi pembelajaran kurikuler. Siswa diwajibkan untuk mengikuti minimal satu kegiatan ekstra kurikuler yang disediakan sekolah. Siswa yang mengikuti kegiatan ekstra kurikuler lebih dari satu, disarankan untuk memilih kegiatan yang jadwalnya tidak bersamaan. Kegiatan ini dibimbing oleh tenaga guru atau instruktur atau pelatih yang ahli dalam bidangnya dan dikoordinir oleh Wakasek Kesiswaan.
3. Yang dimaksud dengan aktifitas kurikuler tinggi adalah sekelompok siswa yang mengikuti lebih dari satu jenis kegiatan ekstra kurikuler yang ada di sekolah
4. Yang dimaksud dengan aktifitas kurikuler rendah adalah sekelompok siswa yang hanya mengikuti satu jenis kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah atau tidak sama sekali.
5. Yang dimaksud tingkat Inteligensi Quotient (IQ) adalah angka normative yang dihasilkan dari tes IQ yang dinyatakan dalam bentuk rasio dan perbandingan. Sedangkan tes IQ yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil dari tes intelegensi yang dikenakan pada siswa kelas II pada tanggal 3 Novenber 2008 oleh Yayasan Cipta Psyco Gama Yogyakarta bekerja sama dengan SMP N I Jombang.

1.7. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler rendah di SMPN I Jombang?
2. Terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yamg berbeda aktifitas ekstra kurikuler dan tingkat IQ-nya di SMPN I Jombang?

BAB II
KAJIAN PUSTAKA


2.1. Belajar dan Prestasi Belajar
2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan tingkah laku karena pengalaman dan latihan (Arthur T. Jersit dalam Ahmad Thantowi 1991:99)
Menurut Ngalim Purwanto (1990:84), belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang. Dalam situasi tertentu dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar respon, pembawaan, kematangan atau keadaan seseorang.
Tingkah laku sebagaimana dimaksud dapat digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge): perubahan yang diharapkan adalah dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dan tidak paham menjadi paham, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti, perubahannya bersifat kognitif.
2. Keterampilan (skill): perubahan yang diharapkan adalah dari tidak terampil menjadi terampil, dari tidak dapat melakukan menjadi dapat melakukan. Perubahannya bersifat psikomotorik.
3. Sikap (attitude): perubahan yang diharapkan adalah dari sikap negatif, dari sikap yang salah menjadi sikap yang baik, perubahannya bersifat afektif.
Dalam keseharian kita melakukan kegiatan yang sebenarnya merupakan gejala belajar, dalam arti mustahillah melakukan kegiatan tanpa belajar terlebih dahulu, misalnya kita mengemudikan mobil, hal itu merupakan gejala belajar sebab merupakan proses perubahan.
Sebagai perubahan akibat belajar itu akan bertahan lama bahkan sampai taraf tertentu, tidak menghilang lagi kemampuan yang telah diperoleh menjadi milik pribadi yang tidak akan terhapus begitu saja, maka para ahli merumuskan hasil belajar secara relatif bersifat konstan dan berbekas.
Dikatakan secara relatif karena ada kemungkinan suatu hasil belajar ditiadakan atau dihapus dan diganti hasil belajar yang baru, ada kemungkinan pula suatu hasil belajar terlupakan (W.S Winkel. 1991).
Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, dalam bergaul dengan orang, dalam memegang benda-benda dan dalam menghadapi peristiwa belajar. Namun tidak sembarang berada di tengah-tengah lingkungan menjamin proses adanya belajar, orangnya harus aktif, melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemampuan dan perasaan.
Setiap guru mengetahui dari pengalaman bahwa kehadiran seorang siswa dalam kelas bukan berarti siswa sedang belajar selama siswa tidak melibatkan diri oleh karena itu harus ada interaksi aktif.
Dengan demikian yang dikatakan belajar adalah suatu aktifitas fisik yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap, perubahan itu bersikap relatif dan konstan serta berbekas.

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
Proses dan hasil belajar dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Alisuf Sabri (1995:5) membagi faktor eksternal menjadi faktor lingkungan dan faktor instrumental, sedangkan faktor internal merupakan faktor fisiologis dan faktor psikologis pada diri siswa.
a. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan siswa dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor lingkungan alam/ non sosial dan faktor sosial. Yang termasuk dalam faktor lingkungan non sosial adalah keadaan suhu kelembapan udara, waktu (pagi, siang, malam), letak gedung sekolah.
Faktor lingkungan sosial baik berwujud manusia dan referensinya termasuk budaya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar.
b. Faktor Instrumental
Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, alat pengajaran, guru dan kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses belajar siswa.
c. Faktor Kondisi Internal Siswa
Faktor kondisi internal siswa terdiri dari faktor fisiologis (kesehatan, fisik/panca indera) dan faktor psikologis (minat, bakat, intelegensi, motivasi dan kemampuan kognitif seperti: persepsi, ingatan, berfikir dan kemampuan dasar yang dimiliki siswa).
2.1.3. Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok. (Djamarah: 1991-19)
Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataannya untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan kekuatan dan optimisme dirilah yang dapat membantu mencapainya, oleh karena itu pencapaian prestasi harus dengan ketekunan belajar.
Nasrun Harahap dalam Syaiful Bahri Djamarah (1991:21) memberikan batasan bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.

2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Perbedaan kemampuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan prestasi. Faktor lain yang ikut berpengaruh dalam hal prestasi belajar adalah:
1. Faktor Internal (motivasi dan keyakinan), meliputi:
a. N.Ach (Need For Achievent) ialah dorongan atau motif untuk berprestasi. N.Ach adalah motif intrinsik atau mencapai prestasi dalam hal tertentu.
b. Takut gagal, seringkali berupa perasaan cemas seperti menempuh ujian, mempelajari sesuatu yang baru atau memecahkan masalah yang sulit dapat mengganggu keberhasilan dalam berprestasi. Murid-murid yang merasa sangat gugup selama menempuh ujian akan memperoleh hasil yang lebih buruk dari pada mereka yang tenang dan santai. N.Ach dan takut gagal itu bersifat komplementer.
c. Takut sukses, takut sukses mungkin lebih karakteristik pada wanita daripada pria, apabila cukup kuat sukses itu dapat mendorong N.Ach seseorang melahirkan perasaan-perasaan negatif terhadap prestasi yang baik.
d. Faktor Eksternal seperti kesempatan, lingkungan dan sarana/fasilitas

2.2. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan penunjang dalam mencapai tujuan pendidikan, karena itu kegiatan tersebut harus sesuai dengan potensi dan minat peserta didik serta sesuai dengan kondisi sekolah yang bersangkutan. Kegiatan ekstra kurikuler dilaksanakan di luar jam-jam belajar yang sesuai dengan struktur program kurikulum yang berlaku, namun demikian kegiatan ekstra kurikuler ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum yang berlaku. Kegiatan yang diprogramkan, tujuan dan cara pencapaian tujuan haruslah jelas dan terencana dengan baik.
Kegiatan ekstra kurikuler yang diprogramkan dan dilaksanakan di SMPN I Jombang tahun pelajaran 2008/2009 adalah sebagai berikut:
1. Pramuka
2. Palang Merah Remaja (PMR)
3. Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)
4. Seni drama dan Teater
5. Kelompok Kajian Agama Islam (Remaja Masjid)
6. Sepakbola
7. Bola Basket
8. Bola Volly
9. Karate
10. Pencak Silat
11. Jurnalistik
12. Ketrampilan Sablon
13. Komputer
14. Pecinta Alam
Pihak sekolah mewajibkan siswa untuk mengikuti minimal 1 (satu) kegiatan ekstra kurikuler yang diprogramkan, apabila mengikuti lebih dari satu disarankan siswa untuk memilih kegiatan yang jadwalnya tidak bersamaan.
Pada kenyataannya terdapat siswa yang mengikuti lebih dari satu kegiatan ekstra kurikuler, terdapat siswa yang hanya mengikuti satu jenis kegiatan dan ada siswa yang hanya terdaftar mengikuti satu jenis kegiatan tetapi yang bersangkutan tidak dapat mengikuti dengan aktif dengan alasan membantu pekerjaan orang tua atau alasan lain.

2.3. Intelegency Quotient
Kartini Kartono (1987:223) mendefinisikan IQ atau taraf intelegensi secara klasik merupakan hasil bagi umur mental (mental age) oleh umur kronologis yan kemudian dikalikan dengan angka 100.
Dalam hubungannya dengan perbedaan intelegensi terhadap penggolongan tingkat IQ (Intelegency Quatient) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3.1. Pengelompokan IQ
IQ Keterangan
140 – Keatas
120 -139
110 -119
90 -109
80 - 89
60 - 79
59 – Ke bawah Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Cukup
Hampir Cukup
Kurang
Kurang sekali

Pengetesan kemampuan secara formal dilakukan pertama kali oleh Alfred Binet (Prancis) pada tahun 1900-an. Apa yang dilakukan Binet sebenarnya bukan upaya untuk mengukur intelegensi tetapi mencoba mengidentifikasi hal-hal yang ada pada anak yang menyebabkan mereka menjumpai kesulitan belajarnya. Semula Binet menganalisa kemampuan yang diperkirakan mempunyai andil penting dalam mencapai prestasi belajar di sekolah, namun akhirnya dilakukan pelacakan dengan instrument tes untuk mengukur kemampuan tersebut. Dengan tes yang dikembangkan ini Binet ingin membedakan anak berdasarkan tingkatan secara cermat, dan dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan anak dalam kegiatan belajarnya.
Kecerdasan atau intelegensi seseorang memainkan peranan yang penting dalam kehidupannya, akan tetapi intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya kehidupan seseorang. Banyak lagi faktor seperti “Emotional Quatient (EQ) atau tingkat emosi, Emotional Spiritual (ES) atau taraf pemahaman dan pelaksanaan kehidupan beragama, kesempatan atau peluang, dan lingkungan.

BAB III
METODE PENELITIAN


3.1. Rancangan Penelitian
Model penelitian ini adalah penelitian rasional empiris.
Menurut Suharjono (1997:71), model rasional empiris dimulai dari kajian rasional sehingga kebenaran ilmiah telah didapatkan terlebih dahulu. Pengumpulan data dilakukan untuk menguji hipotesis dan mengembangkan/generalisasi hipotesis yang dirumuskan.
Penelitian ini adalah non eksperimental dengan menggunakan metode Ex Post Facto. Dilihat dari jenisnya penelitian ini adalah penelitian komparatif.
Menurut Sanapiah Faisal (1982:120), penelitian non-eksperimental yang juga disebut penelitian deskriptif, berkenaan dengan hubungan antara berbagai variabel, menguji hipotesis dan mengembangkan generalisasi, prinsip atau teori-teori yang memiliki validitas universal.
Menurut Sugiono (1994:3), penelitian Ex Post Facto adalah penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang terjadi dan kemudian melihat ke belakang melalui data tersebut untuk menentukan faktor-faktor yang mendahului atau menentukan sebab-sebab yang mungkin atas peristiwa yang diteliti.
Anas Budiono (1991:260) mendefinisikan penelitian komparasi adalah penelitian yang berusaha untuk menentukan persamaan dan perbedaan tentang benda, orang, prosedur kerja, ide, kritik terhadap orang, kelompok suatu ide atau prosedur kerja.

3.2. Populasi dan Sampel
Menurut Supranto (1984:24), populasi ialah kumpulan yang lengkap dari seluruh elemen yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan karena adanya nilai karakteristik yang berlainan.
Karakteristik siswa SMP N I Jombang sebagai poulasi secara psikologis berbeda dalam hal prestasi belajar yang disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II yang tersebar pada 5 kelas dan berjumlah 209 orang, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.2. Sebaran Populasi
Kelas Jumlah
II - 1
II - 2
II - 3
II - 4
II - 5 42
43
40
42
42
Jumlah 209

Menurut Anton Dayan (1984:21), Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap bias mewakili keseluruhan populasi.
Hasil pengamatan langsung, wawancara dan dokumen yang ada, dari setiap kelas diambil 16 siswa yang terdiri dari 8 siswa kelompok aktif dan 8 siswa kelompok biasa, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.2.2. Sebaran Sampel
Kelas Kelompok Siswa
Aktif Biasa Total
II - 1
II - 2
II - 3
II - 4
II - 5 8
8
8
8
8 8
8
8
8
8 16
16
16
16
16
Jumlah 40 40 80

3.3. Instrumen dan Variabel Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengungkapkan fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Adapun instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman dokumentasi.
Variabel adalah sesuatu yang nilainya berubah-ubah atau berbeda-beda, seringkali digunakan kata peubah.

Tabel 3.3. Jabaran Variabel
Variabel Kategori Indikator Sumber Data Pencarian Data
Prestasi Belajar
Rendah
Sedang
Tinggi Jumlah Nilai Rapor
60 - 70
71 - 80
80 - 100

DKN
Dokumentasi (Dok)
Kegiatan Ekstra Kurikuler Aktif


Biasa Mengikuti >1 jenis kegiatan

Mengikuti 1 jenis kegiatan atau tidak sama sekali Dok


Dok Dok


Dok
Tingkat IQ Cerdas
Atas
Bawah 110 - 1539 - Baik
110 - 119 - Cukup Baik
90 - 109 - Cukup
Dok
Dok

3.4. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dicari dalam penelitian ini adalah data tentang prestasi belajar, aktifitas ekstra kurikuler dan tingkat IQ, akan didapat dari dokumen yang ada di sekolah, dan pengalian data tersebar pada kantor Tata Usaha, OSIS, BP/BK, Wali Kelas, Pembimbing Ekstra Kurikuler.
Variabel prestasi belajar didapat dari buku rapor atau Daftar Kumpulan Nilai (DKN)
Variabel kegiatan ekstra kurikuler didapat dari data peserta setiap kegiatan ekstra kurikuler, wawancara dan hasil pengamatan pada jam-jam pelaksanaan kegiatan tersebut.
Variabel IQ didapat dari trankrip tes Intelegensi siswa kelas II semester ganjil SMPN I Jombang yang dilaksanakan tanggal 3 November 2000.

3.5. Tehnik Analisa Data
Data prestasi belajardari siswa yang aktif kegiatan ekstra kurikuler (=SA) dan siswa yang kurang/tidak aktif kegiatan ekstra kurikuler atau siswa biasa (=SB) yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisa secara sistematis, dan digunakan untuk pengujian hipotesis kerja yang pertama, digunakan rumus t-tes dengan mencari t-hit (t hasil perhitungan) dan dikonsultasikan dengan t-tabel, langkah kerja adalah sebagai berikut
1. Untuk mencari rata-rata hitung atau Mean (=M)



M = mean atau rata-rata hitung
Ma = Mean Siswa aktif
Mb = Mean Siswa Biasa
Xi = data ke-i
Fi = frekuensi data ke-i

2. Untuk Mencari varian (=V) digunakan rumus

V= S²= Nilai Varian
Va = Nilai Varian Siswa aktif
Vb = Nilai Varian siswa biasa
xi = data ke-i
fi = frekuensi ke-i
M = Mean data yang bersangkutan (Ma atau Mb)
N = Banyak data
Na = Banyak data siswa aktif
Nb = data siswa biasa
3. Langkah berikutnya dilakukan perhitungan t-tes dengan rumus t-hit;

t-hit = nilai t (tes) hasil perhitungan
Ma = Mean Siswa Aktif
Mb = Mean Siswa Biasa
Va = Nilai Varian Siswa Aktif
Vb = Nilai Varian Siswa biasa
Na = Banyak data siswa aktif
Nb =Banyak data siswa biasa
4. Selanjutnya t-hit dikonsultasikan dengan t-tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan (dk) = 78, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Ho diterima jika t-hit < t-tabel
Ho ditolak jika t-hit ≥ t-tabel
Data hasil test IQ dari tentang siswa yang aktif kegiatan ekstra kurikuler (=SA) dan siswa yang kurang/tidak aktif kegiatan ekstra kurikuler atau siswa biasa (=SB) yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisa secara sistematis dan digunakan untuk pengujian hipotesis kerja yang ke-dua, digunakan rumus analisa varian ganda dua jalan dengan mencari F-hit (nilai F hasil perhitungan) dan dibandingkan dengan F-tabel, langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengelompokan data prestasi belajar ditinjau dari aktifitas ekstra kurikuler dan tingkat IQ, sebagai berikut
A = Siswa dalam Kegiatan ekstra kurikuler
A1 = Aktif
A2 = Kurang/tidak aktif
B = Tingkat IQ
B1 = 120 - 139
B2 = 110 - 119
B3 = 90 - 109
2. Membuat tabel stastistik analisa varian ganda dua jalan
N = Banyak data setiap Kelompok
Σx = Jumlah nilai hasil test IQ dar setiap kelompok
Σx² = Jumlah kuadrat nilai hasil tes IQ dari setiap kelompok

M = Mean dari setiap kelompok
3. Langkah berikutnya adalah menghitung setiap harga berdasar atas tabel statistik yang sudah ada, sebagai berikut:
a. Menghitung jumlah kuadrat total (JKT), dengan rumus:

b. Menghitung jumlah kuadrat variabel A (JKA), dengan rumus

c. Menghitung jumlah kuadrat variabel B (JKB), dengan rumus

d. Menghitung jumlah kuadrat interaksi antara variabel A dan variabel B (JKAB), dengan rumus :

e. Menghitung jumlah kuadrat dalam (JKD), dengan rumus:
JKD = JKT - JKA - JKB - JKAB
f. Menghitung jumlah derajat kebebasan variabel A (dkA)
dkA = 2 - 1 = 1
g. Menghitung jumlah derajat kebebasan variabel B (dkB)
dkB = 3 - 1 = 2
h. Menghitung jumlah derajat kebebasan interaksi variabel A dan B(dkAB)
dkAB = dkA x dkB
i. Menghitung jumlah derajat kebebasan total (dkT)
dkT = Ntotal - 1
j. Menghitung jumlah derajat kebebasan dalam (dkD)
dkD = dkT - dkA - dkB - dkAB
k. Menghitung mean kuadrat variabel A (MkA)
MkA = JKA/dkA
l. Menghitung mean kuadrat variabel B (MkB)
MkB = JKB/dkB
m. Menghitung mean kuadrat interaksi antara variabel A dengan variabel B(MkAB)
MkAB = JKBA/dkAB
n. Menghitung mean kuadrat dalam (MKD)
MKD = JKD/dkD
o. Menghitung harga F untuk variabel A (FA)
FA = MkA/MkD
Nilai FA dikonsultasikan dengan F-tabel dengan dk Mk pembilang 1 lawan dk Mk penyebut 74 dengan taraf signifikan 5%

p. Menghitung harga F untuk variabel B (FB)
FB = MkB/Mkd
Nilai FB dikonsultasikan dengan F-tabel dengan dk Mk pembilang 1 lawan dk Mk penyebut 74 dengan taraf signifikan 5%
q. Menghitung harga F untuk interaksi variabel A dengan B (FAB)
FAB = MkAB/MkD
Nilai FAB dikonsultasikan dengan F-tabel dengan dk Mk pembilang 1 lawan dk Mk penyebut 74 dengan taraf signifikan 5%
Selanjutnya dilakukan pengujian dengan kriteria sebagai berikut:
Jika F-hit ≥ F-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Jika F-hit < F-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi dan Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian disusun/dideskripsikan dalam tabel sehingga mudah dibaca dan dilakukan perhitungan (analisa data) untuk mencari Mean atau Rataan dan Nilai Varian. Sebagaimana tampak pada tabel-tabel berikut:

Tabel 4.1.11 Data Prestasi Belajar dan IQ
Siswa yang Aktif (SA) dan Siswa yang kurang/tidak aktif (SB) dalam kegiatan ekstra kurikuler.

No Prestasi Belajar Intelegensi Quatiens (IQ)
SA SB SA SB
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. 87
87
90
90
88
96
88
83 90
88
86
97
89
84
80
90 114
103
104
111
115
109
102
95 110
108
122
107
109
105
99
107
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16. 88
82
91
82
94
94
90
84 90
82
89
90
85
89
86
86 107
106
109
112
100
116
102
99 106
85
108
110
112
105
102
112
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24. 82
100
91
83
82
87
100
85 89
92
85
93
90
89
96
80 113
108
105
104
112
114
101
100 101
116
97
111
106
104
97
102
25.
26.
27
28.
29.
30.
31.
32. 91
82
86
85
90
86
85
86 94
96
95
90
96
83
97
96 101
102
108
100
103
112
106
97 108
99
111
112
102
105
116
112
33.
34.
35.
36.
37.
38.
38.
40. 88
84
88
94
87
86
82
86 92
85
90
98
82
88
95
89 107
110
107
109
101
100
98
99 115
114
116
114
102
106
111
111
Jumlah 3530 3550 4230 4297
Rataan (Mean)= M


88,25
88,75
105,75
107,425
Varian (=S²) =V


29,94
41,94
-
-

4.2. Pengujian Hipotesis Pertama
Merujuk pada rumusan masalah komparasi yang pertama yaitu “Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang aktif dengan siswa kurang/tidak aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler?” terlebih diadakan pengubahan hipotesis dari hipotesis kerja (Ha) menjadi hipotesis nol (Ho) sebagai berikut:
Ha : Terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas kurikuler rendah di SMPN I Jombang.
Ho : Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas kurikuler rendah di SMPN I Jombang.
Dari tabel 4.1.1. didapat data perbandingan prestasi belajar yang diperlukan untuk menjawab hipotesis pertama (hipotesis-1)
Kelompok siswa yang aktif mengikuti kegiatan ekstra kurikuler (SA)
Dengan rumus didapat nilai Rataan (Mean) = Ma = 88,25
Dengan rumus Varian didapat Va = 29,94
Kelompok siswa yang kurang/tidak aktif mengikuti kegiatan ekstra kurikuler (SB)
Dengan rumus didapat nilai Rataan (Mean) = Mb= 88,75
Dengan rumus Varian didapat Vb = 41,94
Selanjutnya dilakukan perhitungan t-tes dengan rumus
Selanjutnya t-hit yang didapat dikonsultasikan dengan t-tabel dengan taraf signifikan 5 % dengan derajat kebebasan (dk) = 78, maka didapat:
Hasil perhitungan diperoleh t-hit = 0,2783
t-tabel = 2,000
Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
Ho diterima jika t-hit < t-tabel
Ho ditolak jika t-hit ≥ t-tabel
Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis tersebut diatas, karena t-hit, t-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

4.3. Pengujian Hipotesis Kedua
Merujuk pada rumusan masalah komparasi yang pertama yaitu “Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang aktif dengan siswa kurang/tidak aktif mengikuti kegiatan ekstra kurikuler dan tingkat IQ di SMPN I Jombang?”, terlebih diadakan pengubahan hipotesis dari hipotesis kerja (Ha) menjadi hipotesis nol (Ho) sebagai berikut:
Ha : Terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas kurikuler rendah di SMPN I Jombang.
Ho : Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas kurikuler rendah di SMPN I Jombang.
Langkah berikutnya adalah membuat tabel perhitungan rumus analisa varian ganda dua jalan.











Tabel 4.3.1. Prestasi belajar ditinjau dari aktifitas ekstra kurikuler dan tingkat IQ

B A A1 A2 Jumlah
B1 116 115 122 118 116
116 116 115
8
B2 114 114 113
112 112 112
111 110 112
110 111 110
110 110 111
111 112 118
110 113 112
115 118 111
117 111 110
116 115 113
116 113 110 114 114 112
112 112 112
111 111 111
111 110 110
110 110 111
111 119 119
115 113 113
115 118 110
116 116 117
117









61
B3 99 99 98
97 95 99 99 99
97 97 90
11

A = Siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler
A1 = Aktif
A2 = Kurang/tidak aktif
B = Tingkat IQ
B1 = 120-139





Tabel 4.3.2. Statistik analisa Varian Ganda Dua Jalan
Statistik A1 A2 Jumlah
B1
N

M1 2
231

26681
115,5 6
703
82401
117,2 8
934
109082

B2 N

M1 33
3511
374171
106,4 28
3018
325714
107,9 31
6529
699885
B3 N

M1 5
488
47640
97,6
6
576
55446
96 11
1064
103086
-
Jumlah

Total N

M1 40
4230
448492
105,75 40
4298
463561
107,425 80
8527
912053
-

Langkah berikutnya adalah menghitung setiap harga berdasarkan atas tabel statistik yang sudah ada. Adapun harga-harga yang dicari adalah:
1. Menghitung jumlah kuadrat total (JKT)
JKT = 912053 - 8527/80 = 3181,3875
2. Menghitung jumlah kuadrat variabel A (JKA)
JKA = (4230) ²/40 - (4297) ²/40 - (8527) ²/80
= 447322,5 + 461605,225 + 908871,6125
= 56,1125
3. Menghitung jumlah kuadrat variabel B (JKB)
JKB = (934) ²/8 + (6529) ²/61 + (1064) ²/11 - (8527) ²/80
= 109044,5 + 698817,0656 + 102917,8182 + 908871,6125
= 1907,7713
4. Menghitung jumlah kuadrat interaksi antara variabel A dengan variabel B (JKAB)
JKAB = 4230/40 + 4297/40 + 934/8 +6529/61 + 1064/11 + 8527/80
= 105,75 + 107,425 + 116,75 + 107,0328 + 96,7273 + 10, 5875
= 427,0976
5. Menghitung jumlah kuadrat dalam (JKD)
JKD = JKT - JKA - JKB - JKAB
= 3181,3875 - 56,1125 - 1907,7713 - 427,0976
= 790,4061
6. Menghitung dkA = 2 - 1 = 1
7. Menghitung dkB = 3 - 1 = 2
8. Menghitung dkAB = dkA x dkB = 1 x 2 = 2
9. Menghitung dkT = N - 1 = 80 - 1 = 79
10. Menghitung dkD = dKT - dkA - dkB - dkAB = 79 - 1 - 2 - 2 = 74
11. Menghitung Mean kuadrat variabel A (MkA)
MkA = JKA/dkA = 56,1125/1 = 56,1125
12. Menghitung Mean kuadrat variabel B (MkB)
MkB = JKB/dkB = 1907,7713/2 = 953,8857
13. Menghitung Mean kuadrat interaksi antara variabel A dan variabel B (MkAB)
MkAB = JKAB/dkAB = 427,0976/2 = 213,5488
14. Menghitung Mean kuadrat dalam (MkD)
MkD = JKD/dkD = 790,4061/74 = 10,6812
15. Menghitung harga F untuk variabel A (FA)
FA = MkA/MkD = 56,1125/10,6812 = 5,2534
Selanjutnya FA dikonsultasikan dengan F-tabel dengan dk Mk pembilang 1 lawan dk Mk penyebut 74 dengan taraf signifikan 5% maka diperoleh:
FA = 5,2534
F-tabel = 4,000
16. Menghitung harga F untuk variabel B (FB)
FB = MkB/MkD = 953,8857/10,6812 = 89,3051
Selanjutnya FB dikonsultasikan dengan F-tabel dengan dk Mk pembilang 2 lawan dk Mk penyebut 74 dengan taraf signifikan 5% maka diperoleh:
FB = 89,3054
F-tabel = 3,15
17. Menghitung harga F untuk interaksi antara variabel A dan variabel B (FAB)=F-hit
F-hit = FAB = MkAB/MkD = 213,5488/10,6812 = 19,9929
Selanjutnya FAB dikonsultasikan dengan F-tabel dengan dk Mk pembilang 2 lawan dk Mk penyebut 74 dengan taraf signifikan 5% dan 1% maka diperoleh:
F-hit = 19,9929
F-tabel 5% = 3,15
F-tabel 1% = 4,98
Kriteria pengujian:
Jika F-hit ≥ F-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima
Jika F-hit < F-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak
Dengan demikian, karena F-hit ≥ F-tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari data deskriptif diketahui kondisi siswa SMP N I Jombang tahun 2008/2009, mengenai jenis kegiatan ekstra kurikuler. Mengenai Intelegensi Quotient (IQ) siswa, siswa peserta kegiatan ekstra kurikuler beserta kemampuan IQ dan prestasi belajarnya.
Menjawab permasalahan komparasi yang pertama yaitu ”Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang aktif dengan siswa yan kurang/tidak aktif mengikuti kegiatan ekstra kurikuler?”, setelah dilakukan perhitungan dengan rumus t-tes atau t-hitung dan telah dikonsultasikan dengan t-tabel, ternyata Ha ditolak dan Ho diterima, dengan demikian “Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler rendah di SMPN I Jombang”
Walaupun hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa yang aktif dan kurang aktif kegiatan ekstra kurikuler, bukan berarti kita membiarkan siswa, anak kita untuk mengikuti kegiatan ekstra kurikuler sebanyak-banyaknya tanpa kontrol dari orang tua dan guru. Para siswa harus selalu mendapat bimbingan dan arahan dalam memilih kegiatan ekstra yang akan diikutinya. Perlu pertimbangan masalah kekuatan fisik/ kepayahan dan pengaturan waktu untuk belajar.
Merujuk pada rumusan masalah komparasi yang kedua yaitu “Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang berbeda aktifitas ekstra kurikuler dan tingkat IQ di SMPN I Jombang?”, setelah dilakukan perhitungan dan pengujian hipotesis dengan rumus analisa varian ganda dua jalan, didapatkan kesimpulan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian “Terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang berbeda aktifitas ekstra kurikuler dan tingkat IQ-nya di SMPN I Jombang”
Anak yang memiliki IQ tinggi diharapkan mampu memilih kegiatan mana yang menjadi prioritas utama dalam meraih cita dan asanya. Pihak orang tua dan guru bertugas untuk mengarahkan anak-anaknya agar tidak terjebak pada kegiatan yang justru dapat membuat anak tidak dapat berprestasi sesuai dengan kemampuan dasarnya (IQ).
Perlu pula dipahami bahwa faktor keberhasilan bukan hanya ditentukan oleh Intelegensi Quatient (IQ) semata, tetapi juga oleh Emotional Quatient (EQ), Emotional Spiritual (ES), kesempatan/ peluang dan lingkungan sangatlah menentukan keberhasilan anak atau siswa.

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, pada tahun pelajaran 200/2001 di SMPN I Jombang didapatkan bahwa ada siswa yang aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler dan ada siswa yang kurang/tidak aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler dengan kondisi sebagai berikut:
1. Secara umum prestasi belajar siswa termasuk dalam kategori baik.
2. IQ siswa termasuk dalam kategori rata-rata atas.
3. Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler tinggi dengan siswa yang mempunyai aktifitas ekstra kurikuler rendah di SMPN I Jombang.
4. Terdapat perbedaan prestasi belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang berbeda aktifitas ekstra kurikuler dan tingkat IQ-nya di SMPN I Jombang
5.2. Saran
1. Bagi siswa, guru dan orang tua tidaklah perlu mempunyai pandangan bahwa aktifitas ekstra kurikuler membuat prestasi belajar menjadi turun. Asalkan siswa bias mengatur waktu dengan memperhatikan bimbingan dan saran orang tua, maka aktifitas ekstra kurikuler yang dipilih dan diikuti akan memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan prestasi belajarnya.
2. Hasil tes IQ bukan satu-satunya standar keberhasilan untuk meraih masa depan, masih banyak faktor lain seperti, EQ, ES, kepribadian, kesempatan dan lingkungan. Karena itu bagi siswa yang hasil tes IQ-nya rendah hendaknya tidak berkecil hati, dan sebaliknya yang hasil tes IQ-nya tinggi jangan menjadi lupa diri.
3. Guru, orang tua dan lembaga pendidikan hendaknya berhati-hati dalam memberikan interpretasi terhadap hasil tes IQ.


STUDI KOMPARASI PRESTASI BELAJAR
ANTARA SISWA YANG BERBEDA AKTIFITAS
EKSTRAKURIKULER DAN TINGKAT IQ
PADA SISWA KELAS II SMP N I JOMBANG
TAHUN PELAJARAN 2008/2009